Cerita Sex – Sesaat lamanya aku hanya
berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah tetapi berarsitektur gaya
Jawa kuno. Hampir separuh bagian rumah di depanku itu adalah terbuat dari kayu
jati tua yang super awet.
Di depan terdapat sebuah pendopo kecil dengan lampu gantung
kristalnya yang antik. Lantai keramik dan halaman yang luas dengan pohon-pohon
perindangnya yang tumbuh subur memayungi seantero lingkungannya. Aku masih
ingat, di samping rumah berlantai dua itu terdapat kolam ikan Nila yang
dicampur dengan ikan Tombro, Greskap, dan Mujair.
Sementara ikan Geramah dipisah, begitu juga ikan Lelenya.
Dibelakang sana masih dapat kucium adanya peternakan ayam kampung dan itik.
Tante Yus (nama samaran) memang seorang arsitek kondang dan kenamaan.
Enam tahun aku tinggal di sini selama sekolah SMU sampai D3-ku,
sebelum akhirnya aku lulus wisuda pada sebuah sekolah pelayaran yang
mengantarku keliling dunia. Kini hampir tujuh tahun aku tidak menginjakkan
kakiku di sini. Sama sekali tidak banyak perubahan pada rumah Tante Yus. Aku
bayangkan pula si Vivi yang dulu masih umur lima tahun saat kutinggalkan, pasti
kini sudah besar, kelas enam SD.
Kulirik jarum jam tanganku, menunjukkan pukul 23:35 tepat. Masih
sesaat tadi kudengar deru lembut taksi yang mengantarku ke desa Kebun Agung,
sleman yang masih asri suasana pedesaannya ini.
Suara jangkrik mengiringi langkah kakiku menuju ke pintu
samping. Sejenak aku mencari-cari dimana dulu Tante Yus meletakkan anak
kuncinya. Tanganku segera meraba-raba ventilasi udara di atas pintu samping
tersebut. Dapat. Aku segera membuka pintu dan menyelinap masuk ke dalam.
Sejenak aku melepas sepatu ket dan kaos kakinya. Hmm, baunya
harum juga. Hanya remang-remang ruangan samping yang ada. Sepi. Aku terus saja
melangkah ke lantai dua, yang merupakan letak kamar-kamar tidur keluarga.
Aku dalam hati terus-menerus mengagumi figur Tante. Walau hidup
menjada, sebagai single parents, toh dia mampu mengurusi rumah besar karyanya
sendiri ini. Lama sekali kupandangi foto Tante Yus dan Vivi yang di belakangnya
aku berdiri dengan lugunya. Aku hanya tersenyum.
Kuperhatikan celah di bawah pintu kamar Vivi sudah gelap. Aku
terus melangkah ke kamar sebelahnya. Kamar tidur Tante Yus yang jelas sekali
lampunya masih menyala terang. Rupanya pintunya tidak terkunci. Kubuka perlahan
dan hati-hati.
Aku hanya melongo heran. Kamar ini kosong melompong. Aku hanya
mendesah panjang. Mungkin Tante Yus ada di ruang kerjanya yang ada di sebelah
kamarnya ini. Sebentar aku menaruh tas ransel parasit dan melepas jaket
kulitku. Berikutnya kaos oblong Jogja serta celana jeans biruku.
Kuperhatikan tubuhku yang hitam ini kian berkulit gelap dan
hitam saja. Tetapi untungnya, di tempat kerjaku pada sebuah kapal pesiar itu
terdapat sarana olah raga yang komplit, sehingga aku kian tumbuh kekar dan
sehat.
Tidak perduli dengan kulitku yang legam hitam dengan
rambut-rambut bulu yang tumbuh lebat di sekujur kedua lengan tangan dan kakiku
serta dadaku yang membidang sampai ke bawahnya, mengelilingi pusar dan terus ke
bawah tentunya. Air.
Ya aku hanya ingin merasakan siraman air shower dari kamar mandi
Tante yang bisa hangat dan dingin itu. Aku hendak melepas cawat hitamku saat
kudengar sapaan yang sangat kukenal itu dari belakangku, “Andrew..? Kaukah itu..?”
Aku segera memutar tubuhku. Aku sedikit terkejut melihat
penampilan Tante Yus yang agak berbeda. Dia berdiri termangu hanya mengenakan
kemeja lengan panjang dan longgar warna putih tipis tersebut dengan dua kancing
baju bagian atasnya yang terlepas. Sehingga aku dapat melihat belahan buah
dadanya yang kuakui memang memiliki ukuran sangat besar sekali dan sangat
kencang, serta kenyal.
Aku yakin, Tante tidak memakai BH, jelas dari bayangan dua
bulatan hitam yang samar-samar terlihat di ujung kedua buah dadanya itu.
Rambutnya masih lebat dipotong sebatang bahunya. Kulit kuning langsat dan
bersih sekali dengan warna cat kukunya yang merah muda.
“Ngg.., selamat malam Tante Yus.. maaf, keponakanmu ini datang
dan untuk berlibur di sini tanpa ngebel dulu. Maaf pula, kalau tujuh tahun
lamanya ini tidak pernah datang kemari. Hanya lewat surat, telpon, kartu pos,
e-mail.., sekali lagi, saya minta maaf Tante. Saya sangat merindukan Tante..!”
ucapku sambil kubiarkan Tante Yus mendekatiku dengan wajah haru dan senangnya.
“Ouh Andrew.. ouh..!” bisik Tante Yus sambil menubrukku dan
memelukku erat-erat sambil membenamkan wajahnya pada dadaku yang membidang
kasar oleh rambut.
Aku sejenak hanya membalas pelukannya dengan kencang pula,
sehingga dapat kurasakan desakan puting-puting dua buah dadanya Tante Yus.
“Kau pikir hanya kamu ya, yang kangen berat sama Tante, hmm..?
Tantemu ini melebihi kangennya kamu padaku. Ngerti nggak..? Gila kamu
Andrew..!” imbuhnya sambil memandangi wajahku sangat dekat sekali dengan kedua
tangannya yang tetap melingkarkan pada leherku, sambil kemudian memperhatikan
kondisi tubuhku yang hanya bercawat ini.
Tante Yustina tersenyum mesra sekali. Aku hanya menghapus air
matanya. Ah Tante..
“Ya, untuk itulah aku minta maaf pada Tante..”
“Ya, untuk itulah aku minta maaf pada Tante..”
“Tentu saja, kumaafkan..” sahutnya sambil menghela nafasnya
tanpa berkedip tetap memandangiku, “Kamu tambah gagah dan ganteng Andrew. Pasti
di kapal, banyak crew wanita yang bule itu jatuh cinta padamu. Siapa pacarmu,
hmm..?”
“Belum punya Tan. Aku masih nabung untuk membina rumah tangga
dengan seorang, entah siapa nanti. Untuk itu, aku mau minta Tante bikinkan aku
desain rumah..”
“Bayarannya..?” tanya Tante Yus cepat sambil menyambar mulutku dengan bibir tipis Tante yang merah.
“Bayarannya..?” tanya Tante Yus cepat sambil menyambar mulutku dengan bibir tipis Tante yang merah.
Aku terkejut, tetapi dalam hati senang juga. Bahkan tidak
kutolak Tante Yus untuk memelukku terus menerus seperti ini. Tapi sialnya,
batang kemaluanku mulai merinding geli untuk bangkit berdiri. Padahal di tempat
itu, perut Tante Yus menekanku. Tentu dia dapat merasakan perubahan
kejadiannya.
“Aku.. ngg..”
“Ahh, kamu Andrew. Tante sangat kangen padamu, hmm.. ouh Andrew.. hmm..!” sahut Tante Yus sambil menerkam mulutku dengan bibirnya.
“Ahh, kamu Andrew. Tante sangat kangen padamu, hmm.. ouh Andrew.. hmm..!” sahut Tante Yus sambil menerkam mulutku dengan bibirnya.
Aku sejenak terkejut dengan serbuan ganas mulut Tante Yus yang
kian binal melumat-lumat mulutku, mendasak-desaknya ke dalam dengan buas.
Sementara jemari kedua tangannya menggerayangi seluruh bagian kulit tubuhku,
terutama pada bagian punggung, dada, dan selangkanganku.
Tidak karuan lagi, aku jadi terangsang. Kini aku berani membalas
ciuman buas Tante Yus. Nampaknya Tante Yus tidak mau mengalah, dia bahkan
tambah liar lagi. Kini mulut Tante merayap turun ke bawah, menyusuri leherku
dan dadaku. Beberapa cupangan yang meninggalkan warna merah menghiasi pada
leher dan dadaku.
Kini dengan liar Tante Yus menarik cawatku ke bawah setelah
jongkok persis di depan selangkanganku yang sedikit terbuka itu. Tentu saja,
batang kemaluanku yang sebenarnya telah meregang berdiri tegak itu langsung
memukul wajahnya yang cantik jelita.
“Ouh, gila benar. Tititmu sangat besar dan kekar, An. Ouh..
hmm..!” seru bergairah Tante Yus sambil memasukkan batang kejantananku ke dalam
mulutnya, dan mulailah dia mengulum-ngulum, yang seringkali dibarengi dengan
mennyedot kuat dan ganas.
Sementara tangan kanannya mengocok-ngocok batang kejantananku,
sedang jemari tangan kirinya meremas-remas buah kemaluanku. Aku hanya
mengerang-ngerang merasakan sensasi yang nikmat tiada taranya.
Bagaimana tidak, batang kemaluanku secara diam-diam di tempat
kerjaku sana, kulatih sedemikian rupa, sehingga menjadi tumbuh besar dan
panjang. Terakhir kuukur, batang kejantanan ini memiliki panjang
17 sentimeter dengan garis lingkarnya yang hampir 5 senti. Rambut kemaluan
sengaja kurapikan.
Tante Yus terus menerus masih aktif mengocok-ngocok batang
kemaluanku. Remasan pada buah kemaluanku membuatku merintih-rintih kesakitan,
tetapi nikmat sekali. Bahkan dengan gilanya Tante Yus kadangkala
memukul-mukulkan batang kemaluanku ini ke seluruh permukaan wajahnya.
Aku sendiri langsung tidak mampu menahan lebih lama puncak
gairahku. Dengan memegangi kepala Tante Yus, aku menikam-nikamkan batang
kejantananku pada mulut Tante. Tidak karuan lagi, Tante Yus jadi
tersendak-sendak ingin muntah atau batuk. Air matanya malah telah menetes,
karena batang kejantananku mampu mengocok sampai ke tenggorokannya.
Pada satu kesempatan, aku berhasil mencopot kemejanya. Aku
sangat terkejut saat melihat ukuran buah dadanya. Luar biasa besarnya. Keringat
benar-benar telah membasahi kedua tubuh kami yang sudah tidak berpakaian lagi
ini. Dengan ganas, kedua tangan Tante Yus kini mengocok-ngocok batang
kemaluanku dengan genggamannya yang sangat erat sekali. Tetapi karena sudah ada
lumuran air ludah Tante Yus, kini jadi licin dan mempercepat proses
ejakulasiku.
“Croot.. cret.. croot.. creet..!” menyemprot air maniku pada
mulut Tante Yus.
Saat spremaku muncrat, Tante Yus dengan lahap memasukkan batang
kemaluanku kembali ke dalam mulutnya sambil mengurut-ngurutnya, sehingga
sisa-sisa air maniku keluar semua dan ditelan habis oleh Tante Yus.
“Ouhh.. ouh.. auh Tante.. ouh..!” gumamku merasakan gairahku
yang indah ini dikerjai oleh Tante.
“Hmm.. Andrew.. ouh, banyak sekali air maninya. Hmm.., lezaat sekali. Lezat. Ouh.. hmm..!” bisik Tante Yus menjilati seluruh bagian batang kemaluanku dan sisa-sisa air maninya.
“Hmm.. Andrew.. ouh, banyak sekali air maninya. Hmm.., lezaat sekali. Lezat. Ouh.. hmm..!” bisik Tante Yus menjilati seluruh bagian batang kemaluanku dan sisa-sisa air maninya.
Sejenak aku hanya mengolah nafasku, sementara Tante Yus masih
mengocok-ngocok dan menjilatinya.
“Ayo, Andrew.. kemarilah Sayang.., kemarilah Baby..!” pintanya sambil berbaring telentang dan membuka kedua belah pahanya lebar-lebar.
“Ayo, Andrew.. kemarilah Sayang.., kemarilah Baby..!” pintanya sambil berbaring telentang dan membuka kedua belah pahanya lebar-lebar.
Aku tanpa membuang waktu lagi, terus menyerudukkan mulutku pada
celah vagina Tante Yus yang merekah ingin kuterkam itu. Benar-benat lezat.
Vagina Tante Yus mulai kulumat-lumat tanpa karuan lagi, sedangkan lidahku
menjilat-jilat deras seluruh bagiang liang vaginanya yang dalam.
Berulang kali aku temukan kelentitnya lewat lidahku yang kasar.
Rambut kemaluan Tante memang lebat dan rindang. Cupangan merah pun kucap pada
seluruh bagian daging vagina Tante Yus yang menggairahkan ini. Tante Yus hanya
menggerinjal-gerinjal kegelian dan sangat senang sekali nampaknya.
Kulirik tadi, Tante Yus terus-menerus melakukan remasan pada
buah dadanya sendiri sambil sesekali memelintir puting-putingnya. Berulang kali
mulutnya mendesah-desah dan menjerit kecil saat mulutku menciumi mulut
vaginanya dan menerik-narik daging kelentitnya.
“Ouh Andrew.. lakukan sesukamu.. ouh.., lakukan, please..!”
pintanya mengerang-erang deras.
Selang sepuluh menit kemudian, aku kini merayap lembut menuju
perutnya, dan terus merapat di seluruh bagian buah dadanya. Dengan ganas aku
menyedot-nyedot puting payudaranya. Tetapi air susunya sama sekali tidak
keluar, hanya puting-puting itu yang kini mengeras dan memanjang membengkak
total.
Di buah dadanya ini pula aku melukiskan cupanganku banyak
sekali. Berulang kali jemariku memilin-milin gemas puting-puting susu Tante Yus
secara bergantian, kiri kanan. Aku kini tidak tahan lagi untuk menyetubuhi
Tanteku. Dengan bergegas, aku membimbing masuk batang kemaluanku pada liang
vaginanya.
“Ooouhkk.. yeaah.. ayoo.. ayoo.. genjot Andrew..!” teriak Tante
Yus saat merasakan batang kejantananku mulai menikam-nikam liar mulut
vaginanya.
Sambil menopang tubuhku yang berpegangan pada buah dadanya, aku
semakin meningkatkan irama keluar masuk batang kemaluanku pada vagina Tante.
Wanita itu hanya berpegangan pada kedua tanganku yang sambil meremas-remas
kedua buah dadanya.
“Blesep.. sleep.. blesep..!” suara senggama yang sangat indah
mengiringi dengan alunan lembut.
Selang dua puluh menit puncak klimaks itu kucapai dengan sempurna, “Creet.. croot.. creet..!”
“Ouuhhkk.. aoouhkk.. aahhk..,” seru Tante Yus menggelepar-gelepar lunglai.
“Tante.. ouhh..!” gumamku merasakan keletihanku yang sangat terasa di seluruh bagian tubuhku.
Selang dua puluh menit puncak klimaks itu kucapai dengan sempurna, “Creet.. croot.. creet..!”
“Ouuhhkk.. aoouhkk.. aahhk..,” seru Tante Yus menggelepar-gelepar lunglai.
“Tante.. ouhh..!” gumamku merasakan keletihanku yang sangat terasa di seluruh bagian tubuhku.
Dengan batang kemaluan yang masih tetap menancap erat pada
vagiana Tante, kami jatuh tertidur. Tante Yus berada di atasku.
Karena kelelahanku yang sangat menguasai seluruh jaringan
tubuhku, aku benar-benar mampu tertidur dengan pulas dan tenang. Entah sudah
berapa lama aku tertidur pulas, yang jelas saat kubangun udara dingin segera
menyergapku. Sial. Aku sadar, ini di desa dekat Merapi, tentu saja dingin.
Tidak berapa lama jam dinding berdentang lima sampai enam kali.
Jam enam pagi..! Dengan agak malas aku beranjak berdiri, tetapi
tidak kulihat Tante Yus ada di kamar ini. Sepi dan kosong. Dimana dia..? Aku
terus mencoba ingin tahu. Dalam keadaan bugil ini, aku melangkah mendekati meja
lampu. Secarik kertas kutemukan dengan tulisan dari tangan Tante Yus.
Andrew sayang, Tante kudu buru-buru ke Jakarta pagi ini. Udah
dijemput. Ada pameran di sana. Tolong jaga rumah dan Vivi. Ttd, Yustina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar